Senin, April 28, 2008

Ijazah dan TOGA



Semua Pasti Berakhir


Jalan tiada berujung. Setidaknya itulah uangkapan yang sering muncul pada sebagian orang. Apakah selamanya tiada berakhir? Berbeda dengan seorang mahasiswa. Ia ingin segera menyelesaikan masa studinya. Walaupun itu hanya berhenti sementara, sebagai rehat untuk bersiap maju menuntut ilmu di muka Bumi ini. Perjalanan mendebarkan untuk mempertahankan pendapat, opini, bahkan hasil observasai dan eksperimen tentunya akan membuahkan hasil. Skripsi, tesis, ataukah desertasi. apapun nama dari hasil karya mahasiswa itu. Semua itu apakah hanya untuk mendapatkan selembar kertas yang disebut IJAZAH, ataukah perjuangan untuk memperebutkan TOGA? Setidaknya itulah kebanggaan orang tua untuk menjadaikan anaknya sebagai sarjana. Padahal berakhirkah perjuangan anak tatkala ia beradu argumen dengan beberapa profesor dan menyandang gelar?
Semua teka-teki itu mungkin masih banyak lagi yang belum tercover pada coretan dia atas. Sekiranya saya mau minta tolong ke pembaca bagaimana:
Apakah ijazah dan toga merupakan akhir dari perjalanan wisudawan?


Senin, April 21, 2008

Tertulari Virus Tak Berdosa TAG (Tau Aku Gaksuka)

Terima kasih, ini emang konsekuensi dari dunia maya (apa emang betul begitu...?) ini yang aku dapat dari WhyU - Didit - Ayu

Bicara 10 Hal Yang Tak disukai
1. Banyak makanan enak, eh gak doyan makan...
Bayangin aja kalau ada makanan yang enak-enak, tapi badan gemreges semua, mau makan itu salah, ini salah, semua serba pahit. Tapi "inna ma'al usri yusron"
2. Lagi makan ada orang sendawa
Wah selera langsung turun drastin. Orang yang demikian perlu sekolah sampai s-5 kali ya... gak sopan
3. Liat Orang berpakaian necis, mulutnya "misuh-misuh"
Kata orang Jowo: Ajine diri amargo soko lathi, ajining rogo amergo soko busono
4. Meludah sembarangan
Hi....jijik buanget. orang itu biarpun cantiknya kayak Tamara B, mungkin langsung jadi juelek.
5. Cewek bersepeda motor ngepot
Kalau laki sih gak papa, emang sudah jadi kodratnya, sukanye "ngepot"
6. Ban kempes
Kadang juga suka kalau ban kempes, pas nanti harus ngadep bozz, ada alasan githu...
7. Teman blogger
Blogger juga banyak yang udah di kunjungi, eh sombong amat gak mau ganti kunjungi, malah jawab di blognya sendiri, dasar sombong, semoga ditunjukkan jalan yang benar
8. Panas-macet
Mesti kalau udah begini nyampek rumah punggung gatal-gatal, karena keringetan. kalau sekedar macet gak papalah, emang jalan ini bukan milik kita sendiri dan orang lain juga ingin nyampek, jadi wajar kalau macet, kalau mau gak macet ya buat jalan sendiri
9. Ketemu orang suka ngatur
Siapa orangnya yang mau diatur-atur, ya kalau dia itu pantas ngatur, lha wong nyonggo gulune dewe gak iso
10. Gak punya uang
Kalau udah gak punya uang, gimana lagi, pingin itu hanya bisa liat saja, kadang liatpun harus bayar, apalagi pegang atau merasakan (jangan berpikiran neko-neko) padahal kata teman-teman itu setelah melihat, pingin pegang, setelah pegang pingin membuka, setelah buka pingin merasakan (ketika beli duren). Doakan ya biar saya kaya-raya, sukses, anak soleh-pandai dan kaya. Amin

Saudara-saudara inilah 10 hal yang tidak aku suka, selamat menikmati...............

Jumat, April 18, 2008

Balada Guru dan Sekolah NDESO


Dimana bisa sekolah nyaman........?
Masih adakah pejuang saat ini.....? Kapan tulang punggung bangsa ini akan maju dan dewasa untuk ganti memegang tampuk pemerintahan? Sayang sekali masih banyak sekolah tempat "kawah candradimuka"-nya calon pemimpin bangsa ini yang tidak layak huni. Seperti yang dirilis oleh Kompas Kamis, 17 April 2008, seperti gambar di bawah: Mana negeri yang "gemah ripah lohjinawi, toto titi tentrem karto tur raharjo"?
Pilar majunya sebuah negara dalam kancah percaturan dunia, salah satunya ditentukan oleh peran seorang yang disebut dengan "Guru". Kita bukan munafiq yang mengaca pada negara Malaysia, penghargaan guru S-1 (golongan 3A) standart gajinya Rp. 7.000.000,- sementara yang dikatakan oleh beberapa orang termasuk Mas Eko-sms bahwa gaji guru Indonesia tidak hanya di Batam, di Surabaya-pun juga jauh dibawah UMR. Sementara serifikasi guru kapan selesai..... atau kapan semuanya bisa lolos atau siapa yang layak lolos? Sertifikasi.....
sementara tiap hari anak dan istri "butuh makan" karena mereka "hidup", butuh tempat tinggal yang layak, bukan kontraktor atau yang lainya.....
Sebagian guru patut bersyukur sebagai seorang guru dan menjadikan beberapa pejabat, masih punya obyekan kanan-kiri,itupun kadang susu buat si kecil mungkin harus telat, apalagi mereka yang tidak punya sampingan sama sekali, apakah tidak meneteskan air mata tiap hari, sementara tuntutan kurikulum sebagai guru pintar atau guru ahli, atau banyak sebutan lain sebagai tingkat profesionalisme guru......... sangatlah tinggi.
Seringkali sosok guru harus menenteng tas yang berat hingga robek, mungkin, dengan penuh pekerjaan yang harus diselesaikan. Mari berjuang untuk guru.... MERDEKA.....

Kamis, April 17, 2008

Jendela

SEPIRO GEDENE SENGSORO YEN LAGI TINANDANG COBO

Al kisah seorang pemuda kampung "Surojo" namanya. Berangkat dari pelosok desa, jauh dari hiruk-pikuk keramaian yang disebut kota metropolitan. Turun Gunung, dari Lereng Lawu, ia merantau ke kota Suroboyo. “Nyunduki upo”, iku unen-unene wong Jowo. Tidak tahu siapa dia, dari keturunan trah mana dan dari keluarga apa ia berasal. Tetapi dari namanya, kata orang Jawa artinya su = baik, rojo = Raja, berarti raja yang baik. Jangankan zozis, fried chicken, pizza, French fries, atau bahkan burger yang namanya es krim aja ia tidak tahu. Lha wong aslinya orang gunung. Makanan pokoknya “sego tiwul” dan “sego jagung”. Lauk pauknyapun “juwi” (ikan asin), jangankan ikan segar, makanan yang berbau protein hewani itupun baru bisa dinikmati oleh warganya kalau ada hajatan atau selamatan.

Dengan tekad yang bulat Surojo minta pangestu “Bopo lan Biyung” untuk berangkat mengadu nasib. Tidak ada tempat yang ia tuju di Suroboyo. Rumah Allah “masjid” yang menjadi tumpuannya. Berbekal ijazah SMA ia mencoba menawarkan diri menjadi pegawai di berbagai perusahaan. Walaupun SMA-nya favorit, tetapi ijazah ini ternyata sudah kalah dengan banyaknya S-1. Apalagi skill juga tidak ia punyai. Jangankan menguasai komputer lawong desanya jauh dari kabel listrik. Lampu “ublik” teman belajarnya tiap hari.


Memang nasib dikandung badan. Surojo bertemu dengan salah seorang ta’mir masjid yang berhati mulia. “Nak, mengapa tidak mencoba untuk kuliah?” Tanya Sang Kakek. “Waduh Mbah, dalem niku putrane tiyang boten gadah, tiyang deso, kangge ma’em mawon kirang, nopo malih kangge kuliah?” Kelakar Surojo (Waduh Mbah, saya ini anaknya orang tidak mampu, orang desa, buat makan saja kurang apalagi buat kuliah?). Pendek kata akhirnya Surojo diterima kuliah di sebuah Perguruan Tinggi Negeri bergengsi di Suroboyo. Dasar bocah linuwih ing cokro, Surojo terus menerima bea siswa setiap semesternya. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari ia tercukupi dari membersihkan selokan dan kamar mandi sebuah masjid. Alhamdulillah predikat terbaikpun ia sandang setelah 8 semester ia jalani. Ladang pekerjaanpun terbuka di mana ia mengabdi menjadi staff pengajar. “Mas Guru” itulah gelar yang ia sandang ketika pulang kampung.

Lagi-lagi do’a bocah deso ini diijabahi karo kang “murbehing dumadi”. Gusti kang akaryo Jagad” paring anugrah, bea siswa S-2 pun turun dan ia jalani. Karena kewasisannya, Surojo menjadi bintang kelas. Hingga gelar “magister”pun melekat dipundaknya. Namun, lagi-lagi siapa Surojo? Trahnya siapa? Pengabdiannya hanya menjadi pengabdian yang tiada kunjung kapan ia akan memetiknya. Kepolosan, kecerdasan, dan ketenukannya justru menjadi lahan empuk pemanfaatan orang-orang jaman modern. “Wong nandur iku mesti ngunduh, becik ketitik – olo ketoro” Kapan Surojo benar-benar menjadi raja yang baik? Cuma satu hal yang keluar dari mulutnya “sepiro gedene sengsoro yen lagi tinandang cobo, sepiro gedene suko yen lagi tinemu mulyo” (seberapa besarnya sengsara kalau lagi terkena cobaan, seberapa besarnya kesenangan kalau lagi mendapat kemuliaan). Itulah sepenggal kisah yang patut menjadi renungan kita bersama.

Rabu, April 09, 2008

Kuliner Ringan dari Surabaya

Lonthong Balap Surabaya


Kuliner khas kota pahlawan ini sering ditinggalkan oleh warganya yang mulai bergaya “western”. Padahal “lonthong balap” kebanyakan orang menyebutnya cukup sehat. Karbohidrat yang terkandung dalam lontong cukup, protein tahu serta serat dalam kecambah ikut mendukung makanan ini. Makanan ini mungkin juga sangat cocok dengan orang bergolongan darah “A” seperti diriku. Menurut buku best seller Diet golongan darah, saya yakin lonthong balap tidaklah kalah dengan fast food, khususnya untuk golongan darah A yang sangat cocok dengan protein nabati.


Gerobak lonthong balap yang diparkir di Jalan PT Sier, itu menjadi lalu-lalangku setiap berangkat mencari nafkah. Tak ayal kalau setiap pagi pula aku menyaksikan pemandangan seperti foto di atas. Hingga muncul isengku untuk memotret gambar “kang gondrong” si penjual yang selalu cekatan melayani setiap pelanggan.

Semakin aku pandangi, maka ketertarikanku semakin mendalam. Hingga pada suatu pagi aku hampiri n ku pesan 1 bungkus. Tahu berapa kira-kira harga 1 bungkus? Hanya 2.500,-. Sangat murah ........

Sembari di perjalanan menuju tempat kerjaku, perut kosongku seraya menghayal rasa masakan yang begitu lezat. Pas, kebetulan aku juga seneng dengan kecambah. Cocok.....

Aku buka bungkusan kresek hitam itu, wuahhhh, teksturnya ....... wuih menggoda (gak percaya liat aja gambarnya). Setelah nyampek ke mulut, rasanya benar-benar mak.... nyusssss!
Apalagi jika dipadukan dengan kopi jahe buat sang permaisuri, mesti akan menambah kelezatan yang begitu hebat. Sayangnya kopi jahe buatan mantan pacar ini hanya ada pada malam hari. Dan kang gondrong ini hanya berjualan di pagi hari saja. Jadi kalau ada pembaca co-konco mau mampir ya barang tentu harus pagi. OK. Mohon maaf kalau kebetulan ada beberapa gambarnya pelanggan yang ikut kejepret n nampang di blog ini.